Rabu, 22 April 2009

Tinjauan tentang Inovasi Pendidikan

Tinjauan Tentang Inovasi Pendidikan _______________________________________________________________________________


Pendahuluan

Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manusia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery.

Inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).

Inovasi dalam Bidang Pendidikan

Pelaksanaaan inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing cenderung merupakan "Top-Down Inovation". Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.

Banyak contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas selama beberpa dekade terakhir ini, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong, Sekolah Persiapan Pembangunan, Guru Pamong, Sekolah kecil, Sistem Pengajaran Modul, Sistem Belajar jarak jauh dan lain-lain. Namun inovasi yang diciptakan oleh Depdiknas bekerjasama dengan lembaga-lembaga asing seperti British Council. USAID dan lain-lain
banyak yang tidak bertahan lama dan hilang, tenggelam begitu saja. Model inovasi yang demikian hanya berjalan dengan baik pada waktu berstatus sebagai proyek. Tidak sedikit model inovasi seperti itu, pada saat diperkenalkan atau bahkan selama pelaksanaannya banyak mendapat penolakan (resistance) bukan hanya dari pelaksana inovasi itu sendiri (di sekolah), tapi juga para pemerhati dan administrator di Kanwil dan Kandep. Model inovasi seperti yang diuraikan di atas, lazimnya disebut dengan model 'Top-Down Innovation". Model itu kebalikan dari model inovasi yang diciptakan berdasrkan ide, pikiran,
kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau masyarakat yang umumnya disebut model "Bottom-Up Innovation"

Ada inovasi yang juga dilakukan oleh guru-guru, yang disebut dengan
"Bottom-Up Innovation". Model yang kedua ini jarang dilakukan di
Indonesia selama ini karena sitem pendidikan yang sentralistis.

Pembahasan tentang model inovasi seperti model "Top-Down" dan
"Bottom-Up" telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan para ahli
pendidikan. Sudah banyak pembahasan tentang inovasi pendidikan yang
dilakukan misalnya perubahan kurikulum dan proses belajar mengajar.
White (1988: 136-156) misalnya menguraikan beberapa aspek yang
bekaitan dengan inovasi seperti tahapan-tahapan dalam inovasi,
karakteristik inovasi, manajemen inovasi dan sistem pendekatannya.

Ada tiga jenis strategiinovasi, yaitu:

1) Power Coercive (strategi pemaksaan),

2) Rational
Empirical (empirik rasional), dan

3) Normative-Re-Educative (Pendidikan
yang berulang secara normatif).

1) Strategi inovasi yang pertama adalah strategi pemaksaaan berdasarkan
kekuasaan merupakan suatu pola inovasi yang sangat bertentangan dengan
kaidah-kaidah inovasi itu sendiri. Strategi ini cenderung memaksakan
kehendak, ide dan pikiran sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan
keadaan serta situasi yang sebenarnya dimana inovasi itu akan
dilaksanakan. Kekuasaan memegang peranan yang sangat kuat pengaruhnya
dalam menerapkan ide-ide baru dan perubahan sesuai dengan kehendak dan
pikiran-pikiran dari pencipta inovasinya. Pihak pelaksana yang
sebenarnya merupakan obyek utama dari inovasi itu sendiri sama sekali
tidak dilibatkan baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya.
Para inovator hanya menganggap pelaksana sebagai obyek semata dan
bukan sebagai subyek yang juga harus diperhatikan dan dilibatkan
secara aktif dalam proses perencanaan dan pengimplementasiannya.

2) Strategi inovasi yang kedua adalah empirik Rasional. Asumsi dasar
dalam strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran
logisnya atau akalnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional.
Dalam kaitan dengan ini inovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya
dengan menggunakan metode yang terbaik valid untuk memberikan manfaat
bagi penggunanya.
Di sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang
menurutnya sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan
kondisi bukan berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai
bidang, para pencipta inovasi melakukan perubahan dan inovasi untuk
bidang yang ditekuninya berdasarkan pemikiran, ide, adan pengalaman
dalam bidangnya itu, yang telah digeluti berbualan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi dampak yang lebih baik
dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan oleh
kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi
tersebut.

3) Jenis strategi inovasi yang ketiga adalah normatif re-edukatif
(pendidikan yang berulang) adalah suatu strategi inovasi yang
didasarkan pada pemikiran para ahli pendidikan yang menekankan bagaimana klien memahami permasalahan pembaharuanseperti perubahan sikap, skill, dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan manusia.

Dalam pendidikan, sebuah strategi bila menekankan pada pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka pelaksanaan inovasi dapat
dilakukan berulang kali. Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem
belajar mengajar di sekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi
berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan
kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan pelaksanaan model yang
demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan
dengan hasil dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan
lebih mendapat porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut pikiran
dan rasionalitas yang dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang
sesuai dengan pikiran dan kehendak pencipta dan pelaksananya dapat
tercapai.



3. Kendala-kendala Dalam Inovasi Pendidikan

Kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi
pendidikan seperti inovasi kurikulum antara lain adalah (1) perkiraan
yang tidak tepat terhadap inovasi (2). konflik dan motivasi yang
kurang sehat (3). lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga
mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan (4).
keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi (5). penolakan dari
sekelompok tertentu atas hasil inovasi (6) kurang adanya hubungan
sosial dan publikasi (Subandiyah 1992:81). Untuk menghindari
masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau berubah terutama sikap
dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan
dikembangkan, sehinga perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat
berhasil dengan baik, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan
masyarakat umumnya harus dilibatkan

4. Penolakan (Resistance)


Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat
diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah
sebagai berikut:

a) Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan,
penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide
baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan
miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu
dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi
sekolah mereka.

b) Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan
saat sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka
laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Disamping itu
sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa
aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka.
Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat
(khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan
kondisi yang dialami oleh guru dan siswa.

c) Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari
pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek dimana segala
sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat. Inovasi
ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial dan
keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah
atau guru hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan
kehendak para inovator di pusat dan tidak punya wewenang untuk
merubahnya.

d) Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat
menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum
tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.


5. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi

Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas,
faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan
adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan,

1. Guru

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak
yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan
kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar
di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa
siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.

Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain
adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai
dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan
siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam
proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan
tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan
guru itu sendiri.

Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru
mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan
dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan
suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin
mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka.

2. Siswa

Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar
mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses
belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui
penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan
komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa
terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan,
walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada
perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan,
sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang
harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi
pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya,
karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran
pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena
itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan
penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak
saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga
mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.

3. Kurikulum

Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi
program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu
kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan
inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan
unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa
mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan
tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh
karena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya
sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti
dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari
kedua-duanya akan berjalan searah.

4. Fasilitas

Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa
diabaikan dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar
mengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan
hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan.
Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa
dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama
fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam
mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika
dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu
diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan
sebagainya.

5. Lingkup Sosial Masyarakat.

Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara
langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak,
baik positif maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan.
Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun
tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan
dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik
terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa
melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan
terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau
dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan
sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam
melaksanakan inovasi pendidikan.


6. Kesimpulan

Inovasi pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa
berdiri sendiri, tapi harus melibatakan semua unsur yang terkait di
dalamnya, seperti inovator, penyelenggara inovasi seperti guru dan
siswa. Disamping itu, keberhasilan inovasi pendidikan tidak saja
ditentukan oleh satu atau dua faktor saja, tapi juga oleh masyarakat
serta kelengkapan fasilitas.

------------------------------------------------------------
Daftar Pustaka :

Cece Wijaya, Djaja Jajuri, A. Tabrani Rusyam (1991) Upaya Pembaharuan
dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran. Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya- Bandung 1991.

Subandijah (1992) Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. PT Raja Grafindo
Persada-Yogyakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar